Sebagai realisasi dari tugas akhir semester, kelas menulis kreatif yang saya ikuti memberi tugas untuk menulis sejarah tentang tempat tinggal para mahasiswa masing-masing.Saya memilih untuk mengisahkan cerita ini...
Secuil
Kisah di Masa Muda
Masa itu adalah masa yang
sulit. Perekonomian negara yang masih lemah mencerminkan perekonomian rakyat
yang saat itu juga sedang terguncang. Kelemahan itu masih juga ditambah dengan
kemarau berkepanjangan. Produksi pangan menjadi kian menurun dan akhirnya
menyebabkan kelangkaan pangan dan ketidak mampuan untuk membeli bahan pangan
tersebut. Kemerdekaan yang telah terenggut oleh bangsa Indonesia ini pada tahun
1945 sudah lama berlalu, namun kondisi masih belum juga stabil. Keadaan yang
berlarut-larut ini menyebabkan terjadinya bencana kelaparan dimana-mana dan
yang paling banyak terjadi di pulau Jawa.
Disalah satu bagian kecil
daerah yang masuk dalam provinsi Jawa Tengah yang mungkin kala itu juga
mengalami kelangkaan bahan pangan namun cukup baik karena masih memiliki lahan
yang luas untuk ditanami. Daerah itu bernama Desa Baturan, termasuk dalam
daerah pemerintahan kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten. Lahan yang luas
memang harusnya menjanjikan hasil yang melimpah pula, namun tidak kala itu
dengan banyaknya hama tikus yang menyerang hingga memperparah resiko kegagalan
panen. Tanaman yang berhasil selamat dari hama tikus dan berhasil panen akan
menjadi harta yang sangat berharga. Pencurianpun sering terjadi jika ada
tekanan seperti masa itu, jangankan tanaman yang sudah panen, yang belumpun
sudah siap untuk diambil jika ada kesempatan.
Ketika itu tahun 1961, pada
masa liburan sekolah. Kebetulan saat itu sudah waktunya padi berbuah dan mulai
menguning, juga banyak tanaman lain seperti jagung, ketela dan lain-lainnya. Tanaman
harus sering mendapat penjagaan, baik dari hama maupun resiko pencurian apalagi
sudah waktunya untuk panen. Areal sawah terletak diluar perkampungan. Penjagaan
dilakukan secara berkelompok pada setiap bagian-bagian persawahan oleh para
empu pemilik sawah beserta keluarganya.
Pada bangku lesehan yang
terbuat dari bambu di pinggir jalan setapak kecil areal persawahan sebelah
utara desa, duduklah lima orang pemuda yang sedang melakukan jaga malam. Mereka
tak sendiri, hanya berbeda tempat jaga saja dengan yang lain. Suasana sepi,
hanya terdengar suara jangkrik yang menemani. Malam makin larut. Bosan
mengobrol dan kantuk yang melanda membuat mereka mulai terbawa kealam mimpi
masing-masing. Jaga tetaplah jaga biarpun mengantuk, salah satu harus ada yang
bangun untuk tetap mengawasi keadaan.
Hari sudah berganti, kokok ayam
jantan mulai bersautan. Saat ini giliran jaga pemuda yang paling tua. Suasana
seperti biasanya,tenang dan dinginnya angin pagi menyeruak membuat bulu kuduk
merinding. Ditengah suasana itu tiba-tiba ada seorang yang tak dikenal muncul
dan memukuli pemuda itu, sontak saja pergulatan terjadi. Orang tak dikenal itu
kewalahan dan kemudian datanglah empat temannya membantu. Salah satu dari
mereka membawa parang yang akhirnya ditebaskan pada pemuda malang itu. Nasib
masih berpihak padanya, sabetan parang tak mengenai bagian yang fatal.
Babak belur bukan hanya milik
pemuda yang tengah sial itu saja, teman jaganya yang saat itu ikut bangunpun
teekena bogem mentah dari para pengeroyok. Badan dan usianya yang masih kecil
membuatnya pasrah bahkan mempersilahkan tubuhnya dipukuli. Entah kemudian
keberuntungan datang menghampiri atau hari yang sudah mulai fajar membuat para
pengeroyok kemudia melarikan diri. Segera setelah kondisi terasa sudah aman,
mereka kembali keperkampungan dan mendapatkan perawatan. Pemuda yang mendapat
luka bacokan tadi dibawa kerumah sakit dan mendapat puluhan jahitan. Opname
selama sepuluh hari harus dijalani demi kesembuhannya.
Selama pemuda itu dalam
perawatan, penjagaan diperbanyak. Kelompok jaga yang lebih besarpun dibuat.
Hari-hari menjelang panen adalah salah satu sebab lain selain kejadian yang
baru saja terjadi kepada kelompok jaga
yang sedang apes itu. Sudah amankah?
Tentu saja belum. Pencurian bertambah namun karena penduduk sudah lebih
waspada juga karena rumor-rumor yang beredar mengenai pencurian yang ada, semua
dapat dipatahkan dengan sigap. Panen akhirnya dapat dilaksanakan tanpa
berkurang hasil karena kecurian. Hal ini masih berlangsung sampai dengan tahun
1971 pada masa pemerintahan Presiden Suharto. Pada masa kepemimpinannya,
perekonomian mulai stabil dan pertanian sudah lebih baik.
Cerita ini hanyalah sepenggal
cerita dari banyak cerita mengenai kasus yang sama pada masa silit pangan
bahkan setelah kemerdekaan Indonesia di berbagai daerah. Peristiwa ini diangkat
karena penting bagi saya. Skenario lain
yang bisa terjadi dalam peristiwa ini mungkin dapat merubah hidup saya atau
bahkan membuat saya tak lahir ke dunia ini. Pemuda-pemuda yang berjaga dan
sedang naas nasibnya pada cerita diatas bernama Sumar, Rohadi, Siswo, Dasar dan
Jumar. Sumar adalah pemuda yang mendapat bacokan dari pencuri tersebut, beliau
adalah ayah saya. Jika pada saat itu beliau terkena ditempat yang fatal atau
kemungkinan meninggal karenanya maka saya tidak akan menjadi putrinya dan ada
seperti sekarang ini. Cerita ini adalah salah satu kenangan masa muda beliau
yang tak terlupakan meskipun bekas lukanya sudah tertutup kumis tebal.
Narasumber : Bp. Sumar Wijaya
Bp. Rohadi